Kali ini penulis mau kembali mengulas suatu novel yang sebenarnya sudah sejak tahun lalu penulis baca, tetapi kemudian baru dimasukan ke dalam projek review beberapa bulan yang lalu. Novel yang akan diulas berjudul Misteri Patung Garam karya Ruwi Meita.
Saya senang membaca novel ini karena mengingatkan saya pada komik Detective Conan yang isinya adalah mengungkap kasus kasus janggal.
![]() |
Review Novel Misteri Patung Garam Karya Ruwi Meita |
Sinopsis Misteri Patung Garam
Seorang Pianis ditemukan mati, terduduk di depan pianonya, dengan bibir terjahit. Bola matanya dirusak, meninggalkan lubang hitam mengerikan. Rambut palsu merah panjang menutupi kepalanya. Dan otak piansi malang ini telah dikeluarkan, bersama organ-organ tubuhnya yang lain.
Kulitnya memucat seperti garam. Tidak, tidak seperti garam, seluruh tubuh sang Pianis dilimuri adonan garam.
Kiri Lamiri penyidik kasus ini, dihantui lubang mata hitam sang pianis, yang seakan meminta pertolongan dan bertanya, kenapa aku mati?
Mata yang mengingatkan Kiri Lamiri akan mata ibunya, yang ia temukan tak bernyawa puluhan tahun lalu.
Garam...kenapa garam?
Kiri Lamiri belum menemukan jawabannya, sementara mayat tanpa organ yang dilimuri mayat telah ditemukan kembali... Dia sangat sadis dan dia masih berkeliaran.
Dari sinopsisnya saja, aroma ketegangan sudah begitu terasa. Seakan ada sesuatu yang menunggu di balik setiap halaman, siap untuk membawa pembaca ke dalam pusaran misteri yang mencekam.
Ruwi Meita, dengan kepiawaiannya, merangkai kisah yang tak hanya membuat penasaran, tapi juga menyergap dengan atmosfer yang begitu kuat. Waktu seakan berhenti saat menyusuri tiap babnya—aku sendiri menghabiskan sekitar empat jam hingga lembar terakhir tertutup.
Membaca buku ini seperti berjalan dalam labirin, terus-menerus dibuat menebak-nebak. Siapa sebenarnya sosok di balik kekejian ini? Apa yang mendorongnya hingga tega melakukan semua itu?
Tak ada jawaban yang langsung disodorkan, hanya potongan-potongan yang harus dirangkai sendiri, membuat rasa ingin tahu semakin dalam.
Tapi Ruwi Meita tak hanya bermain dengan misteri. Ia juga menempatkan hal lain di sekitar tokoh utamanya—sesuatu yang tak bisa dihindari dalam hidup siapa pun.
Cinta. Tapi bukan sekadar cinta yang manis dan sederhana. Ada sesuatu yang berbeda dalam kisah ini. Cinta seperti apa yang bisa bertahan dalam bayang-bayang tragedi?
Yang menarik, alih-alih membawa pembaca ke kota-kota besar di luar negeri seperti kebanyakan cerita detektif, buku ini justru tetap berpijak di tanah sendiri.
Latar yang digunakan adalah Indonesia, lebih tepatnya kota-kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Ada kehangatan tersendiri dalam penggambaran tempat-tempat itu, meskipun kisah yang bergulir di dalamnya justru sarat akan kegelapan.
Dan di sinilah kekuatan buku ini. Setiap kalimat bukan sekadar rangkaian kata, tapi seperti jendela kecil yang membuka pemandangan nyata di benak pembaca.
Imajinasi bukan hanya dimanjakan, tetapi diarahkan, dipermainkan, hingga terasa seperti bagian dari kenyataan.
Kelebihan dan Kekurang Buku Misteri Patung Garam
Ada sesuatu yang istimewa dalam Misteri Patung Garam. Setiap kalimat yang tersusun di dalamnya bukan sekadar rangkaian kata, tetapi seperti pintu yang terbuka ke dalam ruang imajinasi.
Membaca buku ini bukan hanya mengikuti cerita, tapi juga merasakannya—seolah adegan-adegan itu benar-benar terjadi di depan mata.
Alurnya pun tak bisa ditebak begitu saja. Seperti berjalan di jalanan berkabut, selalu ada tikungan yang tak terduga, membuat setiap halaman terasa penuh kejutan. Dan yang menarik, di beberapa bagian, bahasa daerah ikut disisipkan dalam narasi.
Sentuhan kecil yang justru memiliki makna besar, bukan sekadar memperkaya cerita, tetapi juga menjaga sesuatu yang berharga—bahasa yang mungkin perlahan mulai terlupakan.
Namun, ada satu hal yang mungkin akan menimbulkan perasaan campur aduk. Akhir ceritanya tak benar-benar tuntas, seolah sengaja dibiarkan menggantung.
Bagi sebagian orang, ini bisa menjadi kekurangan, meninggalkan pertanyaan yang belum terjawab. Tapi justru di sanalah letak daya tariknya. Rasa penasaran itu tetap tinggal, membuat cerita ini tak hanya selesai di halaman terakhir, tetapi terus berputar di dalam pikiran.
Mengapa Buku ini Menarik untuk Kamu Baca?
Mengapa harus membaca buku ini? Mungkin itu pertanyaan yang muncul sebelum jemari menyentuh sampulnya, sebelum lembar pertama dibuka, sebelum membiarkan diri tersesat dalam alurnya. Tapi jawabannya tidak selalu bisa dijelaskan dengan sederhana.
Ada buku-buku yang tidak hanya mengisahkan cerita, tetapi juga menciptakan ruang—tempat di mana imajinasi bertemu dengan kenyataan, di mana setiap kata bukan hanya dibaca, tetapi juga dirasakan.
Buku ini adalah salah satunya. Ia tak hanya menyuguhkan misteri, tetapi juga membiarkan pembaca menyelami setiap lapisan ketegangannya.
Alurnya bergerak seperti bayangan di balik kabut—kadang jelas, kadang samar, selalu mengundang rasa ingin tahu.
Setiap halaman seolah mengajak untuk terus melangkah, mencari jawaban yang mungkin tak selalu mudah ditemukan.
Lebih dari itu, buku ini juga memiliki cara tersendiri untuk membuat kisahnya terasa dekat. Penggunaan bahasa daerah di beberapa bagian bukan sekadar ornamen, tetapi seperti jejak kecil yang mengingatkan pada akar, pada sesuatu yang familiar namun sering terabaikan.
Ini bukan sekadar cerita, tetapi juga sebuah perjalanan—melalui misteri, ketegangan, dan kejutan yang tak terduga.
Penilaian
(+) Story: 8.5
(+) Curiosity: 9.5
(+) Moral Value: 7.5
(+) Legibility: 8.5
(+) Overall Rating: 8.2
Penilaian yang tertera di atas merupakan subjektivitas pengalaman membaca penulis sehingga bisa saja penilaian pembaca lain berbeda.
Nantikan review buku-buku menarik lainnya di Readtweet. Apabila artikel ini bermanfaat untukmu, jangan lupa share. Bila ada hal ingin didiskusikan silakan bubuhkan pada kolom komentar yaa.
Posting Komentar